Wednesday, January 27, 2010

Bali Kota kreatif


tulisan ini saya tulis tergerak dari isu yang dilontarkan oleh dosen saya, Bpk. Ridwan Kamil ketika kuliah. menurutnya ada 3 tipologi kota indonesia dengan kultur yang unik sebagai kota kreatif. dan Bali merupakan salah satu kota tersebut. saya tertarik untuk mengupas ulasan ini lebih dalam mengingat saya merupakan putra Bali.

perbandingan dan kriteria yang dimiliki oleh kota-kota tersebut dapat dilihat dalam gambar diatas.


Bali merupakan sebuah Pulau sehingga memiliki tingat isolasi yang tinggi maka kekentalan adat dan budaya relatif mampu bertahan dengan baik. Agama dan Budaya Bali sangat unik dan khas. Agama Hindu dan kebudayaan Bali inilah yang menciptakan karakter bali. kekuatan agama dan budaya inilah yang membuat Bali mampu eksis sampai sekarang.

selain unsur Culture, Bali menjadi kota kreatif tidak terlepas dari seni dan kerajian yang ada disana. unsur seni dan kerajinan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan keseharian masyarakat Bali. lagi-lagi kekuatan seni yang ada di Bali tidak dapat dilepaskan dari faktor Agama dan budaya yang ada. keberadaan budaya dan agama ini membuat seni tetap lestari.

contoh: dalam upacara keagamaan hindu Bali, pasti diiringi oleh beragam kesenian. antara lain gamelan (seni musik), Tari, kekawin / utsawa dharma githa (seni vokal). serta masih banyak lagi seperti ukiran/ patung yang merupakan ornamen kahs dalam kehidupan Bali. seni lukis bali juga tidak kalah terkenal nya bahkan menjadi incaran para kolektor lukisan dunia.

dalam konteks urban bali memang tidak menonjol, namun ada sebuah konsep urban yang sangat kental di Bali yakni "Catus Patha" atau konsep perempatan agung sebagai centre kota. namun konteks desa lah yang sangat menonjol di Bali. kita pasti tidak asing lagi dengan desa tradisional Bali, seperti: panglipuran, tenganan, trunyan, dll. inilah merupakan karakter unggul di bali.

menurut beberapa kalangan ke'kreatifan' sangat dipengaruhi oleh pendidikan. berbeda dengan Yogyakarta dan Bandung tingkat pendidikan untuk perguruan tinggi di bali memang tidak sehebat disana. berdasarkan pengalaman hidup saya, terkadang dalam masyarakat timbul pernyataan seperti ini: untuk apa bersekolah tinggi, dengan sedikit skill dan kemampuan bhs asing kita sudah dapat hidup dengan baik. pernyataan ini tidak lepas dari ketenaran pariwisata bali. sehingga pendidikan yang tinggi terkadang sering dilupakan. saya merasakan dan mengalami sendiri pernyataan dan pengalaman tersebut di lingkungan saya. (cukup ironis)

Tantangan Bali
mungkin belum lupa dari ingatan kita mengenai kasus pengklaiman hak cipta kerajinan perak bali dan klaim tari pendet oleh Malaysia. ini merupakan tantangan bagi Bali dalam menjaga nilai dan produk kreatif yang dimiliki.
di BALI ada istilah "tidak ada yang nama nya seniman". hal ini karena orang bali memiliki skill dan kemapuan seni secara turun temurun. mereka mewarisi keahlian dan diperkuat dengan budaya dan agama hindu itu sendiri.
namun yang cukup disayangkan justru hal ini dijadikan komoditas oleh orang diluar bali termasuk orang asing. kenapa demikian??? hal ini karena orang bali tidak memiliki jaringan pemasaran yang baik (publisher). sehingga banyak karya orang bali yang di pasarkan oleh pilak lain. sungguh disayangkan para pengerajinnya tidak sekaya yang memasarkan.

pengaruh budaya asing baik dari dalam negeri dan luar negeri juga akan sangat berpengaruh. karena asimilasi budaya ini memberi dampak pada pengaruh budaya bali. seperti yang saya sudah ulas diatas. pondasi dari kreatif city bali adalah pada budaya dan agama hindunya.

semoga tulisan saya ini dapat mengugah rekan Bali ku ....

No comments:

Post a Comment

“Harturyati na gocaram kimapi sam pusnati yatservad, hyarthibhyah prati padyamanamanisam prapnoti Vrddhimparam, kalpantesvapi na prayati nidhanam vidhyakhy – amantardhanam, yesam tanprati manamujjnata nrpah kastai saha spardhate”

Pengetahuan adalah kekayaan yang tidak bisa dicuri oleh siapapun, semakin banyak diberikan akan semakin berkembang, dengan memiliki pengetahuan akan hadir kedamaian dalam diri manusia
(Niti Sataka – sloka 12)