Sunday, June 19, 2011

The Disappearing 'Asian' City


The Disappearing ‘Asian’ City – by: Logan

Secara tradisi sebagaian besar perkembangan perekonomian masyarakat di asia bersumber dari produksi beras/pertanian. Akibat perkembangan pengaruh industri dan kekuatan ekonomi yang tidak terkendali mengakibatkan perubahan pada perekonomian masyarakat asia. Perubahan dari sektor pertanian menjadi sektor industri. Perubahan ini member dampak pada munculnya globalisasi yang tinggi di kota-kota di asia. Ketika kota-kota di asia bertambah besar baik secara luas dan populasinya, maka cenderung akan kehilangan karakter dari kotanya. Kota-kota di asia kini semakian mirip dengan kota-kota di eropa dan kehilangan element khusus yang menjadi karakter dari kota tersebut. Globalisasi menimbulkan perubahan signifikan pada kota, ini merupakan ancaman serius dalam menjaga warsan budaya dari kota-kota di asia. Menjaga keseimbangan antara globalisasi dan lokalisme menjadi sebuah tantangan bagi penataan kota saat ini. Melindungi identitas budaya sebagai sebuah esensi dalam strategi untuk pengembangan ekonomi dan sosial serta mampu bertahan dengan tantangan urbanisasi.

Kekuatan ekonomi membawa perkembangan pada kota-kota di asia, namun dalam perkembangan ini cenderung membuat kota menjadi mirip/serupa dengan kota di eropa dengan meminjam/meniru gaya penataan dan arsitektur di dunia barat tanpa memperhatikan unsur budaya yang dimiliki kota-kota di asia. Saat ini di asia pengembangan perumahan bagunan hige-rise dan bangunan komersial menjadi sebuah ciri di kota asia seperti layaknya di eropa. Modernisasi dari kota-kota di asia menciptakan fisik kota yang sama tanpa mengindahkan kekhasan yang dimilikinya. Kekawatiran yang muncul akibat perubahan ini tidak sekedar pada hilangnya nilai keindahan, kerajinan dan kemampuan seni, memori masyarakat terhadap bentuk tradisi, tapi juga karena kota baru yang bercirikan bangunan-bangunan tinggi (high-rise) telah mengantikan bentuk-bentuk tradisional sebagai akibat dari pengaruh kekuatan ekonomi dan budaya, pengembangan seperti ini akan memakan banyak energi dan tidak sustainable dalam jangka panjang.

Di banyak Negara di asia pengaruh barat dalam bentukan kota dan bangunan telah berlangsung semenjak jaman colonial. Pengaruh ini telah member dampak pada tipe dan bentuk dari bangunan dan permukiman di asia dengan berbagai peninggalan bangunannya seperti: benteng, barak, kantor pemeritahan, gudang, dan bank. Signifikansi kesejarahan dan umur bangunan yang telah lama dan merepresentasikan jaman kolonialisasi dari asia membuat warisan peninggalan kolonia ini menjadi warisan heritage dari kota asia kini. Selain memiliki sejarah, tentu saja sebelumnya asia telah memiliki sejarah panjang yang umumnya berupa sejarah dari era kerajaan. Pada jaman kerajaan asia memiliki budaya dan ciri bangunan tersendiri yang juga merupakan warisan heritage dari kota asia. Kombinasi dari kedua ciri jaman yang sangat berbeda dalam bentukan fisik ini membuat asia menjadi berbeda dengan kota-kota lain, yang menggambarkan evolusi dari kota asia itu sendiri.

Dalam perkembangan globalisasi dan modernisasi saat ini akan terjadi petentangan antara usaha pembangunan baru dan upaya pelestarian. Di banyak negara asia standar kehidupan masih rendah sehingga focus pengembangan pada ekonomi lebih diutamakan, namun disisi lain kekhasan budaya yang dimiliki harus dijaga agar tidak lenyap tergerus globalisasi saat ini. Untuk itu diperlukan system yang mampu menyelaraskan perkembangan/perubahan dan upaya pelestarian.

Saat ini yang menjadi ketertarikan dan mendorong upaya pelestarian warisan budaya adalah sebagai pengembangan wisata. Wisata budaya merupakan sebuah jalan untuk memberi nilai ekonomi pada warisan budaya. Keunikan kesejarahan dan kekhasan karakter yang dimiliki kota-kata di asia membuat ide pengembangan wisata ini menjadi menarik untuk dikembangkan. Dunia kepariwisataan telah menyadari bahwa peninggalan warisan budaya sebagai asset yang mampu menghasilakan pemasukan bagi kota. melihat potensi dari warisan budaya (heritage) ini maka perlindungan dari asset ini menjadi penting, tidak hanya sekedar bangunan tunggal tapi keseluruhan area bersejarah bahkan terkadang sampai keseluruhan area kota sebagai sebuah daya tarik wisata.

Upaya pelestarian dengan mengekploitasi kawasan bersejarah sebagai pengembangan wisata tidak hanya terpaku pada fisik semata tapi juga memperhatikan masyarakat yang hidup/tinggal disana. Partisipasi masyarakat terhadap warisan budaya yang ada sangat diperlukan untuk menjaga keberlanjutan dari upaya pelestarian itu sendiri. Melihat potensi yang dimiliki oleh warisan budaya (heritage) telah merubah pandangan yang sebelumnya melihat upaya pelestarian tersebut sebagai sebuah hambatan dalam perkembangan kota menjadi sebuah pandangan bahwa warisan budaya (heritage) dapat memberi pemasukan secara ekonomi kepada kota.

“The growth of tourism puts an economic value on heritage that may convince the authorities that there are the ‘real’ reasons for protecting key heritage sites, buildings, and monument. Nevertheless, while many Asian countries have now recognized the economic importance of tourism, there appears to be little coordination of tourism and heritage in urban areas. Where tourism does identify heritage element as income-generating assets, this has been highly site-specific and there is a need for attention to be given to the protection of whole areas as tourist attractions”

No comments:

Post a Comment

“Harturyati na gocaram kimapi sam pusnati yatservad, hyarthibhyah prati padyamanamanisam prapnoti Vrddhimparam, kalpantesvapi na prayati nidhanam vidhyakhy – amantardhanam, yesam tanprati manamujjnata nrpah kastai saha spardhate”

Pengetahuan adalah kekayaan yang tidak bisa dicuri oleh siapapun, semakin banyak diberikan akan semakin berkembang, dengan memiliki pengetahuan akan hadir kedamaian dalam diri manusia
(Niti Sataka – sloka 12)