Thursday, November 11, 2010

Rancang Kota yang Fungsional

tulisan ini berdasarkan pendapat Jon Lang dalam sebuah buku nya

Ada 2 sudut pandang pengertian mengenai fungsionalisme yaitu sebagai arsitek dan sebagai urban design. Arsitek lebih berdasarkan motivasi dan kebutuhan manusia, dan urban desain berdasarkan aspek proses pemenuhan kebutuhan yang saling terkait atau disebabkan oleh struktur dan material yang membangun lingkungan tersebut. Penting untuk memahami variabel pemenuhan kebutuhan dalam konteks budaya yang berbeda dan dalam individu yang berbeda.


Konsep tradisional mengenai fungsi dalam arsitektur

“form follows function” merupakan slogan pada masa arsitektur moden yang sering dipakai dalam dunia arsitektur dan urban design dimana beranggapan bahwa suatu lingkungan terbentuk berdasarkan tuntutan fungsi. Tuntutan kebutuhan manusia akan memberi dampak pada bentuk lingkungan yang tercipta. Konsep fungsi dalam arsitektur pada masa arsitektur modern di abad 19 beranggapan bahwa industri dan physical science adalah suatu bentuk seni. Revolusi industri membuat perancang beranggapan bahwa sesuatu bentuk yang sedehana dan simple dengan ornamen yang sedikit dapat mewakili kenyamanan dan kesesuain yang ada (less is more).

Beberapa kalangan banyak mengkritik konsep fungsionalisme pada masa arsitektur medern karena menganggapnya sebagai suatu gaya tanpa berdasarkan keilmuan (science), struktur yang efisien tidak memahami isu yang berkembang seperti pemanasan global dan isu lainnya sehingga dirasa kurang memperhatikan aspek lingkungan. Kritikan lainnya menganggap disain modern terlalu fungsional serta terkadang tidak cukup fungsional karena terlalu dangkal dan sederhana dalam memaknai suatu fungsi, terlalu dangkal dalam menjelaskan kebutuhan manusia, dan terlalu sederhana sebagai suatu model serta anti-urban atau tidak memperhatikan isu makro kota yang ada. Jika urban disain adalah untuk melayani manusia, maka haruslah mempertimbangkan kebutuhan manusia dan mekanisme didalamnya, mekanisme yang dimaksud bukan hanya lingkungan fisik tapi juga lingkungan hidup yang ada serta peralatan (equipment) manusia yang terus berkembang.

Fungsionalisme dalam pengertian tradisional atau pada masa arsitektur modern bersifat simpel dan sederhana terbatas pada beberapa variable berbeda dengan urban desain yang bersifat komplek dan luas (makro). Sehingga dirasa sangat tidak relevan jika menggunakan model yang sederhana ini ke dalam urban disain karena ruang lingkupnya berbeda.


Kebutuhan manusia sebagai dasar konsep fungsionalisme

Membangun lingkungan adalah untuk tujuan memenuhi kebutuhan manusia, maka harus ada model yang baik dari kebutuhan manusia sebagai dasar untuk menjawab pertanyaan yang muncul, apa fungsi yang dilayani dalam keadaan yang spesifik. Kebutuhan manusia dipengaruhi oleh budaya yang ada. Dimana setiap budaya berbeda dan memiliki spesifikasi tersendiri. Kebutuhan manusia tidak bersifat universal atau sama antar individu yang satu dengan yang lainnya, dan juga kebutuhan bersifat spesifik terhadap individu yang spesifik dengan budaya yang spesifik pula. Sehingga jelas bahwa solusi dari urban desain harus berdasarkan budaya yang spesifik. Penting juga untuk memperhatikan variable budaya yang digunakan sebagai dasar disain karena budaya akan selalu mengalami perkembangan.


Model Kebutuhan Manusia.

Kebutuhan manusia itu sangat banyak dan beragam maka diperlukan sebuah pengelompokan untuk mengkatagorikan kebutuhan, sehingga dapat dijadikan dasar untuk menjelaskan fungsi dari urban desain. Banyak model kebutuhan manusia telah coba diteliti oleh para perancang, namun masih saling overlap dan dengan aspek yang berbeda pada kehidupan manusia. Sebagian besar perencana kota dan arsitek lebih fokus pada kebutuhan pengguna sebagai pendekatan disain, seperti model yang ditawarkan oleh hirarki kebutuhan oleh Abraham Maslow (1987) yang dikenal dengan “theory of human motivations. Dimana teori ini mengklasifikasikan lima kebutuhan dasar primer manusia yaitu: psysiological needs, safety and security needs, affiliation needs, esteem needs, dan self-actualization needs. Maslow juga mengidentifikasikan kebutuhan sekunder yaitu: cognitive needs dan aesthetic needs, sebagai panduan dan bentuk proses untuk mencapai kebutuhan lainnya yang memiliki karakter tersendiri.

Dalam urban desain pemenuhan kebutuhan manusia diilustrasikan sebagai suatu hubungan interaksi yang dangat kompleks dan saling terkait.


Kebutuhan Dasar Manusia.

Beberapa kebutuhan mempunyai dasar biologis, lainnya hasil dari lingkungan sosial, dan banyak lagi dasar biologi yang terbentuk dengan sendirinya.

Kebutuhan psikologi (Physiological Needs) Merupakan kebutuhan dasar manusia untuk dapat bertahan hidup. seseorang membutuhkan udara, makanan dan air. Selain itu manusia juga membutuhkan tidur dan perpindahan untuk mencari kebutuhan hidupnya. Kebutuhan arsitektural adalah untuk berlindung dari cuaca panas dan dingin. Hampir tidak ada keputusan rancang kota yang dibuat hanya pada level terendah (dasar), mereka berhubungan dengan kebutuhan lainnya yang masuk kedalam kebutuhan-kebutuhan untuk bertahan hidup. Sesesorang memerlukan lingkungan yang nyaman dan menjadi sehat.

Kebutuhan akan kenyamanan dan keamanan (Safety/Security Needs) merupakan prilaku manusia untuk penghindaran dari rasa sakit dan mencari kesenangan. Rancang kota disini bertujuan untuk menciptakan suatu lingkungan yang dapat memberikan rasa aman dan nyaman kepada masyarakat dalam kelangsungan hidupnya. Fokus utama adalah terdapatnya jaminan keselamatan dari kejahatan fisik-dari alam, manusia, dan dari elemen-elemen lainnya baik yang disengaja maupun tidak. Manusia juga mempunyai kebutuhan akan keamanan psikologis, untuk mempunyai control terhadap lingkungan, untuk mengetahui dimana ia berada supaya dapat bersosialisasi.

Kebutuhan untuk menyatu/bergabung (Affiliation Needs) merupakan kebutuhan semua individu untuk mengetahui siapa dirinya sendiri dan untuk memperkenalkan diri mereka sebagai mahluk yang berbeda dari yang lainnya atau memiliki jati diri.Perancang kota sering berfikir kepada konsekuensi terhadap seseorang yang mempunyai kebutuhan dasar untuk afiliasi dengan membentuk tempat pertemuan, dan tempat untuk melihat apa yang terjadi.

Kebutuhan untuk dihargai (Esteem Needs), seseorang berusaha untuk mampu memiliki keyakinan, merdeka, dan kebebasan berekspresi. Seseorang akan merasa dihargai dan diterima apabila dikenal dan diakui oleh orang lain. Arsitektur dan urban layout adalah sebuah ekspresi yang mewakili suatu kelompok.

Kebutuhan dalam aktualisasi diri (Self-Actualizing Needs), orang biasanya merasakan ketidakpuasan dan keresahan terhadap dirinya jika mereka tidak dapat kreatif pada apa yang terbaik bagi mereka. Seseorang memiliki keinginan untuk dapat bertindak dengan bebas menjadi seseorang yang independent. Namun apa dampak yang timbul dari keinginan ini dalam rancang kota masih belum jelas.


Kebutuhan Kognitif dan Kebutuhan Estetika

Kebutuhan kognitif dan kebutuhan estetika sejalan dengan pemenuhan kebutuhan dasar. Kebutuhan untuk belajar dan menjadi cantik (beauty) adalah dasar dari keberadaan manusia dan untuk mencapai kebutuhan dasar mereka. Kebutuhan kognitif adalah kebutuhan akan pengetahuan yang dapat juga bersumber dari pengalaman mereka, sedangkan kebutuhan estetika adalah kebutuhan akan keindahan dan ekspresi diri.


Variability dalam Pemenuhan Kebutuhan

Dalam mencapai kebutuhan-kebutuhan tersebut terdapat beberapa variable yang menurut Jon Lang juga ikut berpengaruh.

Tipe Kepribadian (Personality Type), Individu yang mempunyai kemampuan psikologi dan kepribadian yang berbeda-beda. Satu dimensi dari kepribadian manusia yang mempengaruhi perilaku dan kesempatan untuk memiliki lingkungan adalah tingkat dimana seseorang termasuk ekstrover (terbuka) atau introvert (tertutup).

Tingkatan dalam siklus kehidupan (Stage-in-Life Cycle), tingkatan usia akan mempengaruhi tingakat kebutuhan dan kemampuan untuk pemenuhannya. Tingkatan usia yang dimaksudkan disini bukanlah umum tapi tingkat kedewasaan mental seseorang.

Setting budaya dan kebutuhan manusia (Cultural Setting and Human Needs), budaya manusia berbeda dan beragam serta dengan keunikan yang tersendiri akan mempengaruhi seseorang dalam pemenuhan kebutuhannya.

Peran sosial dalam budaya (Social Roles Wthin a Culture), masing-masing individu mempunyai peran yang harus dimainkan dalam kebudayaan. Kebudayaan ini bersifat rutin pada kehidupan seseorang. Kebutuhan dapat diliat dari pandangan perannya.

Setting lingkungan (Environmental Setting), kondisi geografis merupalan bagian yang membentuk dan terbentuk dari budaya yang ada. Manusia dalam usahanya untuk pemenuhan kebutuhannya sering merubah dan memanipulasi alam melalui modifikasi sosial dan institusional.


Kesimpulan

Menurut Jon Lang konsep fungsionalisme lebih menekankan fungsi sebagai tuntutan pemenuhan kebutuhan manusia. Kebutuhan manusia yang kompleks dan beragam merupakan dasar dari fungsionalisme. Kebutuhan manusia tersebut juga dipengaruhi oleh budaya yang ada. Sehingga rancang kota tidaklah bersifat universal namun spesifik karena didasari oleh kebutuhan dan budaya yang berbeda.



Fungsionalisme dalam Rancang Kota (menurut saya)
setelah membaca pemaparan yg saya dapat dalam buku tersebut saya sedikit ingin memberikan sudut pandang saya sebagai berikut:

Fungsi dalam rancang kota lebih menekankan pada manusia sebagai subyek dan juga pengguna dari lingkungan binaan yang akan dihasilkan. Dimana manusia memiliki kebutuhan beragam yang menuntut suatu lingkungan untuk dapat mewadahi kebutuhan yang ada. Kebutuhan manusia tersebut juga tidak lepas dari pengauh budaya yang ada dan melekat padanya. Sehingga kebutuhan yang tercipta akan semakin makro, beragam dan berbeda-beda antar individu yang satu dengan lainnya.

Rancang kota adalah untuk melayani manusia, maka haruslah mempertimbangkan kebutuhan manusia dan mekanisme didalamnya, mekanisme yang dimaksud bukan hanya lingkungan fisik tapi juga lingkungan hidup yang ada serta peralatan (equipment) manusia yang terus berkembang sesuai tuntutan kebutuhan manusia. Rancang kota dikatakan berhasil jika yang mampu untuk memenuhi tuntutan manusia yang beragam yang ada di dalamnya. Mampu menciptakan rasa aman dan nyaman, dihargai, memiliki kebebasan, mampu memberi inspirasi, serta adanya rasa memiliki kota tersebut (sense of belonging). Kota harus mampu mewadahi setiap individu yang ada didalamnya dengan berbagai variable kebutuhan yang berbeda, baik dalam hal Tipe Kepribadian, kedewasaan mental, kemampuan fisik, budaya, status sosial, serta setting lingkungan.

Sebuah kota yang fungsional memiliki jiwa yang menimbulkan keterikatan hubungan emosional antar manusia dan lingkungan serta manusia lainnya. Sehingga muncul dorongan interaksi di dalamnya. Jiwa pada suatu tempat ini sering kita kenal dengan istilah genius loci, meyakini bahwa sebuah lingkungan fisik memiliki sifat atau karakter bawaan yang unik. Hal ini kerap kali kita jumpai pada ruang publik yang memberi makna pada interaksi sosial yang terjadi disana.

Fungsionalisme dengan slogan “form follows function” pada masa arsitektur modern sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan yang ada. Karena fungsi itu sendiri sebenarnya dipengaruhi oleh banyak unsur didalamnya. Fungsi sebagai suatu hal yang baku juga tidak dapat diterapkan karena ada aspek kebutuhan dan budaya yang beragam didalamnya. Istilah “less is more” juga sudah tidak relevan dan sesuai dengan keadaan riil yang ada. Karena unsur ornamen sebenarnya juga bagi beberapa kebudayaan merupakan suatu simbol budaya.

Saya berpendapat kenapa tidak berpendapat “form follows culture” karena pada dasarnya kebudayaan itu mempengaruhi kebutuhan manusia dan memiliki makna serta simbol sosial yang kuat. Seperti contohnya kota paris: dengan arsitektur beaux-art nya dianggap memiliki nilai budaya yang tinggi sehingga dijadikan acuan bagi beautiful city di amerika. Hal ini menunjukan bahwa prinsip “less is more” tidak mampu memiliki usia jaman yang panjang. Hal ini juga terbukti dengan dengan berakhirnya masa arsitektur modern yang tidak mampu bertahan terhadap berubahan dan tuntutan perkembangan jaman. Peradaban manusia dicerminkan dari perwujudan kota itu sendiri, semakin tinggi kebudayaan dan peradaban yang berkembang maka akan mempengaruhi tingginya nilai budaya dalam kota.

No comments:

Post a Comment

“Harturyati na gocaram kimapi sam pusnati yatservad, hyarthibhyah prati padyamanamanisam prapnoti Vrddhimparam, kalpantesvapi na prayati nidhanam vidhyakhy – amantardhanam, yesam tanprati manamujjnata nrpah kastai saha spardhate”

Pengetahuan adalah kekayaan yang tidak bisa dicuri oleh siapapun, semakin banyak diberikan akan semakin berkembang, dengan memiliki pengetahuan akan hadir kedamaian dalam diri manusia
(Niti Sataka – sloka 12)