(gambar diatas adalah wilayah Pusat Kota Lama Singaraja)
Sumber Mapping: Santika 2011
Sejarah perkembangan kawasan Pelabuhan Buleleng dibedakan
kedalam tiga tahap, yakni: jaman kerajaan, jaman kolonial, dan jaman
kemerdekaan. Pada jaman kerajaan kawasan Pelabuhan Buleleng merupakan kawasan
yang berada dalam kekuasaan Kerajaan Buleleng. Dalam konsep tata ruang
tradisional Bali, kawasan pelabuhan yang berada di daerah pantai utara Buleleng
dianggap sebagai kawasan nista
(kotor). Kawasan ini baru mulai ada permukiman pada abad ke 17 ketika pelaut
bugis dari Makasar datang ke kawasan ini. Hubungan yang baik dengan kerajaan
buleleng dan penduduk pribumi membuat orang-orang bugis tersebut diberikan
lahan bermukim di daerah pantai utara Buleleng yang sekarang menjadi Pelabuhan
Buleleng. Selain menjadi nelayan, keberadaan masyarakat Bugis di
kawasan ini
dimanfaatkan oleh Raja Buleleng sebagai armada laut karena keahlian mereka di
laut.
(gambar diatas adalah ilustrasi perkembangan Kota Lama Singaraja)
Sumber: Santika 2011
Pelabuhan Buleleng
pada masa Pemerintahan Hindia Belanda merupakan pintu gerbang utama Pulau Bali.
Berbagai fasilitas pelabuhan seperti: dermaga, gudang, terminal,
kantor pabean dan
jembatan yang menyeberangi Sungai Buleleng dibangun di kawasan ini. Pesatnya
pertumbuhan kawasan pelabuhan membuat perkampungan nelayan bugis bergeser dari
kawasan ini, kawasan pelabuhan diutamakan sebagai kawasan pegudangan untuk
distribusi barang. Aktifitas yang ramai pada Pelabuhan Buleleng memberi
pengaruh pada kawasan disekitar pelabuhan yang mulai menjadi kawasan
perdagangan. Deretan pertokoan mulai bermunculan di kawasan ini, sebagai sarana
jual-beli barang distribusi pelabuhan. Pertokoan ini sebagian besar dimiliki
oleh kaum dari etnis Cina, yang memang terkenal sebagai bangsa pedagang.
Berdasarkan
catatan sejarah perjalanan wisatawan yang pertama kali menuju Bali pada tahun
1920 masuk melalui pintu utama yakni Pelabuhan Buleleng ini. Dari sinilah para
wisatawan mulai melakukan perjalanan di kawasan Bali, jika. Ketertarikan
wisatawan akan budaya dan keindahan alam Pulau Bali membuat aktifitas pelabuhan
tidak hanya di dominasi oleh perdangan semata. Pelabuhan Buleleng sebagai
pelabuhan pertama di Bali layak ditempatkan sebagai monumen pariwisata yang
paling penting, pengingat pelabuhan ini selalu muncul daam setiap catatan
sejarah pariwisata Bali (Suardana, 2005).
Daya tarik dari
kawasan ini sesungguhnya telah ada sejak tahun 1811, jauh sebelum Hindia
Belanda menguasai daerah ini. Pada saat itu Sir Stamford Raffles seorang
berkebangsaan Inggris telah jatuh cinta terhadap Bali, baik alam dan budaya
dari pulau kecil nan eksotik ini. Setelah beliau datang, maka timbul gagasan
untuk membangun kota pelabuhan dengan Raja Buleleng I Gusti Gde Karang dengan
nama Singapura. Adanya pertentangan paham antara Raja dan Raffles membuat
rencana ini urung terlaksana. Akhirnya Raffles menuju ke daerah lain dan
mewujudkan rencana kota pelabuhannya di daerah tersebut sekarang bernama
Singapura.
Pada masa
kemerdekaan Kota Singaraja sempat menjadi Ibukota Kepulauan Sunda Kecil dan
Ibukota Provinsi Bali sampai tahun 1958. Pada masa ini
pelabuhan ini menjadi pusat distribusi barang dari Bali ke NTT dan NTB,
danbegitu sebaliknya. Kemudian
Ibukota Provinsi Bali dipindahkan ke Denpasar dan diikuti dengan berpindahnya
pelabuhan utama ke daerah Benoa di Denpasar. Perpindahan Ibukota dan pelabuhan
utama Provinsi Bali ini merupakan awal dari menurunnya fungsi dari Pelabuhan
Buleleng. Kegiatan bongkar muat pelabuhan tidak lagi berlangsung di kawasan
ini, dan membuat kawasan Pelabuhan Buleleng ini menjadi tidak berfungsi
sehingga saat ini diberinama Eks Pelabuhan Buleleng, sebuah pelabuhan Kolonial
yang kini tidak berfungsi.
Pada tahun 1980-an Bupati Buleleng mencanangkan program revitalisasi kawasan pelabuhan ini. Sejak saat itu pelabuhan ini mulai mendapat perhatian serius. Kawasan direncanakan sebagai kawasan pariwisata Kabupaten Buleleng. Program ini cukup lama terlaksana, dan pada akhirnya tahun 2002 baru terlaksana beberapa program yaitu perbaikan tepian pantai agar lebih kuat terhadap abrasi dan pembuatan restoran apung yang memanfaatkan dermaga pelabuhan. Pengembangan terbaru kawasan ini dilaksanakan pada tahun 2010. Namun sangat disayangkan pengembangan ini berujung pada pembongkaran bangunan pergudangan yang merupakan bangunan tua bersejarah di kawasan ini. Hanya satu bangunan tua kolonial di kawasan ini yaitu bekas kantor pabean belanda.
Sejak dicanangkan sebagai objek pariwisata yang selain menawarkan keindahan laut juga nilai sejarah, kawasan ini telah banyak mengalami perubahan. Tuntutan fasilitas baru pada kawasan ini berujung pada penghancuran bangunan tua. Pengembangan pariwisata di kawasan ini justru menghilangkan objek fisik berupa pergudangan yang mencerminkan sejarah pelabuhan kolonial di kawasan ini. Melihat perkembangan yang terjadi ini diperlukan adanya kegiatan konservasi yang terintegrasi, sehingga artefak-artefak bersejarah dapat terus dipertahankan dan menjadi bagian dari karakter Pelabuhan Buleleng sebagai satu-satunya Pelabuhan Kolonial di Bali. Semenjak berhentinya aktifitas pelabuhan kegiatan ekonomi masyarakat menjadi menurun sehingga diperlukan tindakan konservasi yang mampu meningkatkan kehidupan masyarakat lokal di kawasan.
telah tertulis pada: Tesis (Santika, 2012) ITB
Om Swastyastu Bli Putu,
ReplyDeleteSaya mahasiswa udayana, tertarik dengan tulisan Bli Putu, sedang berencana mengambil studi kasus jalur trasnportasi laut di Bali, mungkin jika berkenan tulisan Bli Putu saya bisa jadikan referensi, akan sangat membantu nantinya bagi saya,, terimakasih sebelumnya :)
dear Bagus Kusuma
ReplyDeleteSilahkan, kalo untuk dunia akademis, dgn senang hati dibantu
tulisan tsb merupakan salah satu kutipan dalam Tesis saya sewaktu kuliah pasca sarjana
ReplyDeleteom swastyastu bli putu. Kalo boleh tau apa bli putu membahas topik eks pelabuhan buleleng? Jika berkenan saya ingin ngobrol dg bli putu mengenai eks pelabuhan buleleng. Kemana saya bs hubungi bli putu? Saya mahasiswa pascasarjana di udayana bli. saya baru mau mencari topik untuk judul tesis saya. Suksma bli.
ReplyDeletebisa, sdh saya tanggapi via email ya...
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteHallo kak, saya mahasiswi desain fashion ISI denpasar. Boleh minta alamat emailnya? Saya mau bertanya lebih detail lagi tentang pelabuhan buleleng. Terima kasih kak
ReplyDeletesilahkan kamu info alamat email mu. nanti saya akan email kesana. tks
DeleteBoleh tau emailnya Pak? saya tertarik dengan tesis ttg Bali Utara. Terima Kasih. email saya gendro.keling@mail.ugm.ac.id
Deletesudah saya email ya
DeleteSiang pak, saya mahasiswa arsitektur universitas udayana, ingin mengetahui masterplan dan detail kawasan di pelabuhan eks buleleng. Ini alamat email saya: dwiastarini223@gmail.com , terima kasih pak
ReplyDeleteok sdh koordinasi di email ya
DeleteSaya sedang menyusun skripsi , saya tertarik mengangkat judul pelabuhan buleleng ini , bisa di email ya Kadekmartini804@yahoo.com terimakasih ;)
ReplyDeleteok sdh saya email
DeleteOm swastyastu bli, saya mahasiswi magister arsitektur ITB saat ini sedang menyusun thesis, kebetulan topik yang saya angkat lokasinya di sekitar kawasan ini, apakah saya boleh melihat detail masterplan kawasan dan pembahasannya?
ReplyDeleteEmail saya mita.wulansani6@gmail.com
makasih ya kak udah share sejarahnya
ReplyDeletekuota gratis axis selama lockdown